Learning Journal Anti Korupsi

 

Anti Korupsi

A.    Pokok Pikiran
Corruptio berasal dari Bahasa latin yang berarti kerusakan, kebobrokan, dan kebusukan. Korupsi adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dapat merugikan sehingga perlu dilakukan pencegahan dan harus ditindak secara tegas. Menurut UU 31 tahun 1999 yang diperbaharui menjadi UU nomo 20 tahun 2001, korupsi adalah perbuatan untuk memperkaya diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekoonimian negara. Sehingga dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah kegiatan yang secara melawan hukum merugikan negara untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga dapat dikatakan perbuatan tindak pidana. Sedangkan tindak pidana adalah suatu perbuatan yg diancam dengan pidana oleh undang-undangm bertentangan dengan hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung-jawab. Korupsi menyebabkan kerusakan baik dalam ruang lingkup pribadi, keluarga, masyarakat, & kehidupan yg lebih luas, berlangsung dalamkurun waktu yang panjang.

Terdapat 30 delik tindak pidana korupsi menurut UU no. 31 tahun 1999 jo no. 20/2001yang kemudian dikelompokkan menjadi 7 antara lain: 1) Kerugian keuangan Negara, (2) Suap-Menyuap, (3) Pemerasan, (4) Perbuatan Curang, (5) Penggelapan dalam Jabatan, (6) Benturan Kepentingan dalam Pengadaan, (7) Grafitikasi.  Kesadaran anti korupsi memuncak pada spiritual accountability (sadar nilai-nilai keTuhanan & memahami hakikat kehidupannya – primordial covenant); Tuhan yg menciptakan kehidupan, memberikan amanah pada manusia, & akan meminta pertanggung-jawaban kelak.

Konsep Tunas Integritas memastikan tersedianya manusia yang senantiasa melakukan upaya peningkatan integritas diri & lingkungannya dengan membangun sistem yangg kondusif; mampu menyelaraskan rohani & jasmani; selaras dalam semua elemen (jiwa, pikiran, perasaan, ucapan, & tindakan); sesuai nurani (kebaikan universal); terbentuk perilaku integritas yg selaras dgn berbagai situasi & lingkungan (sistem & budaya). Peran Tunas Integritas 1) menjadi jembatan masa depan kesuksesan organisasi 2) berpartisipasi aktif membangun sistem integritas; peluang korupsi ditutup 3) mempengaruhi orang lain untuk berintegritas tinggi. Tunas integritas diharapkan memiliki kemmapuan re-framing kultur/budaya yaitu mengembalikan budaya dengan cara memutuskan generasi yang tidak sesuai untuk dikembalikan seperti semula tau menjadi lebih baik. Utilisasi fenomena perilaku otomatis dimulai dari perubahan diri, keluarga, organisasi dan bangsa dengan menciptakan peradaban yang lebih baik.

Nilai Dasar Anti Korupsi: (1) Jujur (2) Peduli (3) Mandiri (4) Disiplin (5) Tanggung Jawab (6) Kerja Keras (7) Sederhana (8) Berani (9) Adil. 3 Proses sosial yg berperan dalam proses perubahan sikap & perilaku:
> Kesediaan (compliance) > identifikasi (identification) > internalisasi (internalization) integritas sebagai suatu proses sosial yg ditujukan untuk mengatasi korupsi. Tujuh semangat dasar yang diharapkan dapat ditumbuhkan kembali di bumi pertiwi antara lain ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Keikhlasan dan Ketulusan, Pengabdian dan Tanggung Jawab, Menghasilkan yang terbaik, kekeluargaan, keadilan dan kemanusiaan, dan perjuangan.


Profil Tokoh teladan
Jaksa Agung R Soeprapto

Soeprapto adalah seorang jaksa/hakim karier. Sejak 31 Mei 1917 menjadi staf Ketua Pengadilan Negeri Tulungagung dengan gaji 100 gulden per bulan. Setelah ia bertugas di Surabaya, Semarang, Demak, Purworejo, Bandung, Banyuwangi, Singaraja, Denpasar, Mataram (Lombok), Cirebon dan Salatiga. Ketika Jepang datang Maret 1942, Soeprapto menjabat Kepala Pengadilan Pekalongan hingga masa clash pertama tahun 1947. Karena memilih sikap non-kooperatif, ia mengungsi ke wilayah Republik di Yogyakarta. Sebelum dilantik sebagai Jaksa Agung, 28 Desember 1950, ia menjadi hakim anggota Mahkamah Agung. Soeprapto wafat 2 Desember 1964 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Beliau cukup berani untuk menjatuhkan hukuman kepada Menteri Luar Negeri Roeslan Abdul Gani karena dianggap telah menerima uang dari China senilai Rp 1,5 juta untuk mencetak kertas pemilu. Kasus itu begitu ramai hingga membuat istri Abdul Gani menelepon Nasution agar bisa menggunakan pengaruhnya sampai Soekarno. Soekarno datang kepada Jaksa Soeprato, namun akhirnya presiden pertama Indonesia itu menyerahkan keputusan yang terbaik kepada Soeprapto. Tanpa basa-basi, Suprapto memutuskan untuk menjatuhkan hukuman kepada Abdul Gani, karena jelas apa yang dilakukan olehnya adalah tindakan korupsi. Dalam lingkungan keluarga pun, Jaksa Agung Soeprapto cukup tegas untuk memberikan pendidikan karakter bagi anaknya. Dia pernah meminta anaknya untuk mengembalikan sogokan berupa cincin bermata giok dari China yang diberikan kepada keluarganya. Tak hanya meminta, jaksa yang menjabat pada tahun 1951 – 1959 ini juga memberi tahu dan menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan anaknya adalah salah secara hukum.

B.    Penerapan
Penerapan konsep anti korupsi pada Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi sebagai lembaga pendidikan pencetak calon-calon pempimpin masa depan memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan pendidikan karakter terutama mengenai anti korupsi bagi mahasiswanya. Penerapan budaya anti korupsi pada perguruan tinggi dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab civitas akademik dalam melaksanakan tridharma perguruan tinggi. Berikut ini beberapa kegiatan untuk menumbuhkan budaya anti korupsi:
1.    Pendidikan dan Pengajaran
Dosen memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan dan menumbuhkan budaya anti korupsi. Dapat terlihat dari ketauladanan para dosen untuk bersikap jujur, tegas, dan displin kepada mahasiswa. Dosen dapat memberi contoh cara berpakaian yang baik, konsisten dalam hal pemenuhan jam kehadiran dalam perkuliahan. Menghilangkan budaya diberi bingkisan atau hadiah oleh mahasiswa karena hal tersebut merupakan cikal bakal sikap korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebagai dosen kita harus berikap merasa cukup dengan rezeki yang diberikan Allah, baik itu gaji dan honor yang diterima. Dosen juga harus menjunjung tinggi integritas ilmiah dengan tegas memberi hukuman ketika ada mahasiswa yang mencontek saat ujian, melakukan plagiat dalam mengerjakan tugas maupun skripsi. Dan sebaliknya memberikan penghargaan kepada mahasiswa yang berprestasi dan jujur untuk memicu mahasiswa untuk berlomba dalam meningkatkan prestasi dan kejujuran.  
2.    Penelitian dan pengabdian pada masyarakat
Pada proses pengajuan usulan kenaikan Jabatan fungsional dosen, mengharuskan adanya beberapa bukti penelitian baik itu dari jurnal, prosiding, maupun artikel yang dimuat pada media massa. Sikap anti korupsi perlu senantiasa ditegakkan dalam proses tersebut. Tidak sedikit dosen yang mencuri karya tulis teman sejawatnya, memanfaatkan data dan hasil analisis mahasiswa bimbingannya untuk diakui sebagai karyanya sendiri. Sebagai dosen kegiatan tersebut tidak patut dilakukan demi menjunjung etika dan moral dalam pelaksanaan Pendidikan. Sedangkan pada bidang pengabdian pada masyarakat dosen dengan dukungan perguruan tinggi harus senantiasa melakukan pembekalan kepada mahasiswa, dan masyarakat dengan rutin melaksanakan kegiatan sosialisasi, seminar, atau kuliah umum mengenai dampak yang ditimbulkan dari korupsi bagi bangsa dan negara.

Belum ada Komentar untuk "Learning Journal Anti Korupsi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel